Follow us: Subscribe via RSS Feed Connect on YouTube Connect on YouTube

MENGENAL CA PARU / KANKER PARU

0 comments
ca paru

A. PENGERTIAN CA PARU

Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995).
ca paru / Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang  mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).

B. ETIOLOGI CA PARU / PENYEBAB CA PARU

Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :
1. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.


3. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).

(baca juga tentang askep gagal nafas full,klik disini)

5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.

Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.

ca paru

6. Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.
 (Ilmu Penyakit Dalam, 2001).

C. KLASIFIKASI CA PARU

Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal.
c.  Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d. Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
f. Lain – lain.
1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2). Tumor kelenjar bronchial.
3). Tumor papilaris dari epitel permukaan.
4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5). Sarkoma
6). Tak terklasifikasi.
7). Mesotelioma.
8). Melanoma.
(Price, Patofisiologi, 1995).



D. MANIFESTASI KLINIS DARI CA PARU

1. Gejala awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2. Gejala umum.
a. Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
b. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.

E. STADIUM CA PARU
Tabel  Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru – paru: 1986 American Joint Committee on Cancer.




F. PATOFISIOLOGI CA PARU

Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat  berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK CA PARU

1. Radiologi.
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

H. PENATALAKSANAAN CA PARU

Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :

a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)

1. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
1. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
2. Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
3. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
4. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.

5. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).
6. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
3. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

DAFTAR PUSTAKA


Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta
Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Holistik, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung.
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Demikian yang dapat kami sampaikan tentang ca paru mulai dari definisi ca paru atau kanker paru,klasifikasi ca paru,stadium dari ca paru sampai penatalaksanaan atau pengobatan ca paru, semoga bermanfaat
Continue reading >>

seperti ini Epidural hematoma yang perlu kamu tahu

1 comments
 Epidural hematoma mulai dari pengertian Epidural hematoma,etiologi, pathofisiologi Epidural hematoma sampai kepada therapi atau penatalaksanaan Epidural hematoma

PENGERTIAN Epidural hematoma

Epidural hematoma adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus  vena, dan membentuk periosteum tabula interna.. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom.(1,2,3 )
    Epidural hematoma sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.

(Baca juga tentang cidera kepala mulai dari definisi cidera kepala,pembagian cidera kepala menurut fisiologi serta perdarahan yang sering ditemukan pada cidera kepala antara lain epidural hematoma,subdural hematoma dan perdarahan subarachnoid klik disini)

ETIOLOGI Epidural hematoma

    Epidural hematoma dapat terjadi pada siapa saja  dan umur berapa saja, beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah

PATOFISIOLOGI Epidural hematoma

    Pada Epidural hematoma, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.(8)
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. (8)
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.(1)
Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.(1)
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.(1)
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar. (8)
Sumber perdarahan : (8)
  Artery meningea ( lucid interval : 2 – 3 jam )
  Sinus duramatis
  Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena      diploica
epidural hematoma



Epidural hematoma akibat perdarahan arteri meningea media,terletak antara duramater dan lamina interna tulang pelipis.
Os Temporale (1), Hematom Epidural (2), Duramater (3), Otak terdorong kesisi lain (4)
(Dikutip dari kepustakaan 8)

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.(8,10)

GAMBARAN KLINIS Epidural hematoma

Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini harus di observasi dengan teliti. (3)
    Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala.
Gejala yang sering tampak : (3,8)
Penurunan kesadaran, bisa sampai koma
Bingung
Penglihatan kabur
Susah bicara
Nyeri kepala yang hebat
Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala.
Mual
Pusing
Berkeringat
Pucat
Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi.  Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal batang otak.(11)
Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur

(baca juga management jalan nafas / airway positioning,klik disini)

PENATALAKSANAAN Epidural hematoma

Penanganan darurat :
Dekompresi dengan trepanasi sederhana
Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
Terapi medikamentosa
Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial dan meningkakan drainase vena.(9)
Pengobatan yang lazim  diberikan pada cedera kepala adalah golongan dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam), mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin. Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 3-4mg%.(8)

Terapi Operatif  Epidural hematoma

    Operasi di lakukan bila terdapat : (15)
Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)
Keadaan pasien memburuk
Pendorongan garis tengah > 3 mm

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang.(8)
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
> 25 cc  desak ruang supra tentorial
> 10 cc  desak ruang infratentorial
> 5 cc  desak ruang thalamus
Sedangakan indikasi evakuasi life saving  adalah efek masa yang signifikan :
Penurunan klinis
Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif.
Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif.

PROGNOSIS  Epidural hematoma

    Prognosis tergantung pada : (8)
Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )
Besarnya
Kesadaran saat masuk kamar operasi.
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi. (2,14)


DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016
2. Anonym,Epiduralhematoma,www.braininjury.com/epidural-subdural-hematoma.html.
3. Anonym,Epidural hematoma, www.nyp.org
4. Anonym, Intracranial Hemorrhage, www.ispub.com
5. Buergener F.A, Differential Diagnosis in Computed Tomography, Baert A.L. Thieme Medical Publisher, New York,1996, 22
6. Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual, second edition, Williams & Wilkins, Arizona, 1993, 117 – 178
7. Ekayuda I., Angiografi, Radiologi Diagnostik, edisi kedua, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006, 359-366
8. Hafid A, Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong W.D. EGC, Jakarta, 2004, 818-819
9. Mc.Donald D., Epidural Hematoma, www.emedicine.com
10. Markam S, Trauma Kapitis,  Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314
11. Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259
12. Price D., Epidural Hematoma, www.emedicine.com
13. Paul, Juhl’s, The Brain And Spinal Cord, Essentials of Roentgen Interpretation, fourth edition, Harper & Row, Cambridge, 1981, 402-404
14. Sain I, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Trauma Kapitis, http://iwansain.wordpress.com/2007
15. Soertidewi L. Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranio Serebral, Updates In Neuroemergencies, Tjokronegoro A., Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2002,  80
16. Sutton D, Neuroradiologi of The Spine, Textbook of Radiology and Imaging, fifth edition, Churchill Living Stone, London,1993, 1423

Demikian tentang Epidural hematoma mulai dari pengertian Epidural hematoma,etiologi, pathofisiologi Epidural hematoma sampai kepada therapi atau penatalaksanaan Epidural hematoma, semoga bermanfaat

Continue reading >>
 
askepdb.blogspot.com © Copyright 2012. All Rights Reserved.
Created by: George Robinson.
Proudly powered by Blogger.
imagem-logoBack to TOP